Liputan6.com, Jakarta Pada acara di Bali bersama Ketua DPR Puan Maharani dan Menteri BUMN Erick Thohir, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri berkali-kali menyinggung soal profesionalisme media massa di Indonesia.
Megawati menegaskan media massa yang profesional perlu diperhatikan dengan mendasarkan pada pemberitaan terkait HUT ke-50 PDIP. Ada yang mempermasalahkan perayaan itu seakan-akan PDIP sedang menunjukkan kekuasaan di depan Presiden Joko Widodo.
Baca Juga
"Kalau kemarin saya seperti dicap oleh media, yang ngomong wah Ibu Megawati mengeluarkan sepertinya menunjukkan kekuatannya. Saya memang kuat lho," kata Megawati dalam acara peresmian Renovasi dan Revitalisasi Grand Inna Bali Beach, dikutip dari keterangannya, Senin (16/1/2023).
Advertisement
Dia mengaku kesal karena demi klik berita, media keral membuat berita sensasional dan mengundang bully
"Saya suka kesal, kesempatan ngomong sama wartawan. Di Bali, hati-hati ya, nggak ada yang nggak ngebelain gua. Ibu Mega bukan provokator, Ibu Mega nggak ngancem. Ini terbuka, fair. Jangan enak-enak untuk melariskan (berita), kita dibully enggak jelas," kata Megawati.
Dia meminta wartawan juga melek politik dan ingat PDIP adalah partai besar.
"Masa saya dibilang (mau menujukkan kekuatan). Tolong adik-adik wartawan ngerti politik juga ya. Partai politik saya ini kan memang terbesar di Indonesia, gimana sih? Jangan dibolak-balik dong, karena kami semua kerja keras," jelas Megawati.
Kerja Keras Partainya
Dia pun mencontohkan kerja keras yang dimaksud, seperti bagaimana memerahkan Bali pada Pemilu 2024 nanti.
Sehingga, itu bukan klaim semata, tapi hanya menunjukkan kerja keras PDIP.
"Nanti tahun 2024 seluruh Bali kita ambil, sanggup enggak? Sanggup. Kadang-kadang deh yang namanya wartawan-wartawati. Jangan ngompor-ngomporin orang, kerja sama aja yang baik. Saya enggak pernah ngomporin. Diam-diam saja, kerja saja," jelas Megawati.
Dia mengatakan dirinya bukan hendak meminta pujian dari media massa. Yang diharapnya adalah kerja pers seharusnya dilaksanakan sesuai etika, dan berbasis perspektif yang luas.
Sebagai contoh, menurutnya, sebelum menilai seorang Megawati, ia menilai seharusnya wartawan terlebih dulu melakukan riset dan pendalaman atas dirinya. Bagaimana misalnya Megawati pernah membawa Indonesia keluar dari ancaman krisis ekonomi dunia.
"Kemarin pidato saya katanya sombong. Padahal CNBC, pengamat ekonomi politik menanyakan mau memberikan award, saya nanya kenapa saya dikasih award? Saya tidak mau dikasih-kasih gitu aja. Mereka bilang, ‘kami ini aneh, kami ini pengamat politik ekonomi di luar negeri, kenapa ibu Mega jarang dibicarakan bahwa dia orang yang menyelesaikan masalah krisis’. Siapa yang ngomong gitu? Pak Chairul Tanjung. Supaya kalau tahu, tanya Pak Chairul Tanjung. Itu namanya kode etik jurnalistik, para wartawan yang saya sayangi. Jangan selalu pernyataan saya dipotong, dibully,” urai Megawati.
Advertisement